KISAH KAROMAH HABIB SOLEH TANGGUL
dikenal luas dengan berbagai kisah karomah yang sangat melimpah dari Allah SWT. Diantara yang terkenal karomahnya beliau adalah doa’nya beliau mustajab yang tidak pernah ditolak oleh Allah SWT. Jika beliau berdo’a sebelum kedua telapak tangan beliau diturunkan, do’a beliau sudah dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wata ‘Ala secepat petir menyambar.
Ini semua karena beliau hamba yang sangat taqwa kepada Allah. Hidup dan wafatnya beliau dipersembahkan untuk mengabdi kepada Allah. Beliau memiliki ilmu kasyaf (mengetahui sesuatu yang belum terjadi). Dan ilmu Kasyaf ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang berhati bersih.
Diantara karomah kasyafnya adalah kisah Habib Sholeh dengan Habib Taufiq Malang.
Habib Sholeh Tanggul memberi nama Habib Taufiq yang sebelumnya bernama Habib Abdurrahim. Ketika Habib Abdurrahim masih kecil diajak sama Habib Abdul Qodir Assegaf (ayahnya) untuk bertemu dengan Habib Sholeh Al Hamid dan ketika itu Habib Sholeh bertanya kepada Habib Abdul Qodir Assegaf, “Yaa Habib ini siapa namanya?”
“Abdurrahim,” jawab Habib Abdul Qodir Assegaf.
“Tolong beri nama Taufiq, karena saya melihatnya di Lauhul Mahfudz. Dia namanya Taufiq dan dia akan menjadi ulama besar nantinya.”
Akhirnya Habib Abdul Qodir mengganti nama Habib Abdurrahim dengan nama Habib Taufiq Bin Abdul Qodir Bin Husein Assegaf hingga sampai sekarang. Subhanallah… Sungguh sangat luar biasa para wali-wali Allah sampai untuk masa depanpun yang belum terjadi mereka mengetahuinya dengan izin Allah Subhanahu Wata ‘Ala.

PERCAKAPAN MALAIKAT

“AKU TERKEJUT DAN HERAN, SAAT HENDAK MENCABUT NYAWA SEORANG ULAMA…AKU MELIHAT CAHAYA TERANG BENDERANG KELUAR DARI KAMARNYA”.
Allah Swt bertanya kepada Malaikat Maut :
“Apakah kau pernah Tertawa atau Menangis ketika Mencabut Nyawa Anak Cucu Adam?“.
(Padahal Allah Swt Telah Mengetahui semuanya)
Malaikat Maut pun menjawab :
“Aku pernah Tertawa, pernah Menangis dan pernah pula Terkejut”.
Allah Swt Bertanya lagi :
“Apa yang membuatmu Tertawa?”.
Malaikat Maut Berkata :
“Ketika aku sedang bersiap-siap Mencabut Nyawa seseorang, aku melihatnya dia berbicara kepada seorang pembuat sepatu :
“Buatlah sepatu sebaik mungkin supaya bisa kupakai selama satu tahun”.
“Aku Tertawa, karena belum sempat ia memakai sepatunya, Nyawanya sudah kucabut”.
Allah Swt Bertanya lagi :
“Apa yang membuatmu Menangis?“.
Maka Malaikat menjawab :
“Aku Menangis ketika hendak Mencabut Nyawa seorang Wanita Hamil ditengah Padang Pasir yang tandus, saat ia mau melahirkan….Maka kutunggu sampai Bayinya Lahir di Gurun itu, lalu aku Mencabut Nyawa Wanita itu sambil menangis, karena mendengar tangisan Bayi tersebut dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kejadian itu”.
Dan Allah Swt Bertanya lagi :
“Lalu apa yang membuatmu terkejut?”.
Dan Malaikat Menjawab :
“Aku terkejut dan heran, saat hendak Mencabut Nyawa Seorang Ulama…Aku melihat Cahaya Terang Benderang keluar dari kamarnya. Setiap kali aku ingin mendekatinya, Cahaya itu semakin menyilaukanku seolah ingin mengusirku…Lalu
kucabut Nyawa Ulama itu beserta Cahaya tersebut”.
Allah Swt Bertanya lagi :
“Apakah kau tahu siapa Lelaki itu?”.
“Tidak tahu Ya Allah”.
“Sesungguhnya Lelaki (Ulama) itu adalah Bayi yang dulu kau cabut Nyawa Ibunya di Gurun Pasir yang gersang…Akulah yang Menjaganya dan Membesarkannya”.
Subhanallah…Rahmat, Kasih Sayang-Nya Allah Swt pada Makhluk-Nya…😥
Allahumma Shalli ‘Alaa Sayyidina Muhammad Wa ‘Alaa Aali Sayyidina Muhammad.
Ridho allah

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang mengundang ridha Allah, yang tidak sempat dia pikirkan, namun Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Sebaliknya, ada hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dia pikirkan bahayanya, lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.” (HR. Ahmad 8635, Bukhari 6478, dan yang lainnya).
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد
الفقير
القهو
SHALALLAHU ALA MUHAMMAD

Imam Asya'rony dawuhaken bahwa Rosululloh saw. telah bersabda:من قال هذه الصلاة فقد فتح على نفسه سبعين بابا من الرحمة وألقى الله محبته في قلوب الناس فلا يبغضه إلا من في قلبه نفاق
“Barang siapa mengucapkan sholawat ini (sholallohu ‘ala Muhammad) maka sugguh telah membuka tujuhpuluh rahmat untuk dirinya dan Alloh menjadikanya dicinta dalam hati manusia hingga tidak ada yg membencinya kecuali hanya orang yg dihatinya terdapat kemunafikan”
Syaih Ali alkhowas dawuh: “hadis ini dan hadis sebelumnya kami riwayatkan dari sebagian al-‘Arifin dari Nabi khodlir AS. dari Rosululloh SAW. Kedua hadis tsb bagi kami tergolong sahih dg derajat kesahihan tertinggi walupun tidak ditetapkan oleh para ulama ahli hadis sesuai dg istilah mereka”.Yang dimaksud hadis sbelumnya adalah sabda Nabi saw :
أقرب ما يكون أحدكم مني إذا ذكرني وصلى علي
“Keadaan terdekat seseorang kepadaku adalah saat ia mengingatku dan bersholawat kepadaku”
Riwayat diatas sesuai dg dawuh
Imam Assamarqondi: aku mendengar Nabi Khodlir AS. dan Nabi Ilyas AS. berkata: Kami mendengar Rasulullah saw. bersabda:
ما من مؤمن يقول صلى الله على محمد إلا أحبه الناس وإن كانوا أبغضوه والله لا يحبونه حتى يحبه الله عز وجل
“Tiada seorang mukmin yg membaca sollallohu ‘ala Muhammmad kecuali akan dicintai para manusia walaupun sebelumnya mereka membencinya. Demi Alloh, mereka tidak mencintainya kecuali karena Alloh mencintainya”
Kami (Nabi Khodlir dan Nabi Ilyas) juga mendengar Rosululloh saw. Bersabda diatas mimbar:
من قال صلى الله على محمد فقد فتح على نفسه سبعين بابا من الرحمة
“Barang siapa mengucapkan shollallohu ‘ala Muhammad maka sungguh telah membuka untuk dirinya tujuhpuluh pintu rahmat”
Semoga bermanfaat
MEMANDANG WALI ALLAH, DAPAT MENJADI SEBAB MENJADI WALI ALLAH.

Memandang Wali Allah, dapat menjadi sebab menjadi wali Allah
Suatu ketika seorang lelaki yang sejak muda selalu bermaksiat dan bergelimang dosa berjalan melewati rumah seorang waliyullah.
Ia melihat pintu rumah sang wali terbuka. Tiba-tiba terlintas dalam hatinya untuk berhenti sejenak. Ia berkata dalam hati, “Tubuhku ini sejak diciptakan Allah selalu bermaksiat, Sedangkan sang wali itu, tubuhnya sejak diciptakan Allah selalu taat. Aku ingin memandang tubuh yang taat itu dari ujung rambut hingga ujung kaki, semoga berkat pandanganku ini kelak di hari kiamat aku memperoleh pertolongannya (syafa’atnya).”
Ia pun menghentikan langkahnya. Saat itu sang syeikh sedang berdiri di depan pintu. Lelaki pendosa itu lalu memandang sang syeikh dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan pandangan berharap berkah. Setelah puas ia pergi tanpa berkata sepatah katapun.
Di tengah jalan lelaki itu bertemu dengan salah seorang murid sang syeikh tadi.“Mengapa kau pergi meninggalkannya?” tanya si murid.
“Aku hanya ingin menatapnya. Kukatakan pada diriku semoga tubuh yang taat itu memberi syafa’at kepada tubuh yang suka maksiat ini”.
Lelaki itu pun melanjutkan perjalanannya. Sementara si murid menemui sang syeikh dan bertanya,
“Apakah tadi ada seorang lelaki datang menemuimu?”
“Ya, ia berhenti di pintu kemudian pergi begitu saja” jawab sang syeikh.
”Aku tadi juga melihatnya. Kutanyakan mengapa ia berbuat demikian, ia lalu menjelaskan alasannya,” kata si murid sambil menceritakan alasan si lelaki.
“Benarkah ia berkata demikian!?”
“Benar”
“Kalau demikian, tidak ada yang pantas membawa sir-ku (rahasia yang dimiliki wali Allah) kecuali dia. Panggillah dia!”
Si murid bergegas pergi mengejar lelaki itu sampai ia mendapatinya di pasar.“Cepat kemari, kau akan memperoleh sesuatu tanpa harus bersusah payah” ajak si murid.
Sang syeikh kemudian menjadikan lelaki tersebut murid khususnya dan memberikan sirr kepadanya. Lelaki itu akhirnya menjadi kholifah sang syekh dan menggantikan kedudukannya untuk mendidik murid-muridnya.
Hikmah yang bisa dipetik
- “Almadad biqodril Masyhad” besar kecilnya pemberian itu tergantung cara pandangnya. Para sahabat setiap detiknya mendapat maqam yang tinggi dengan memandang wajah Rasulullah Saw. Sedangkan Abu Jahal hanya memandangnya sebagai anak yatim biasa.
- Jika mampu, Jadilah orang Alim! Jika tak mampu, Jadilah Pelajar Ilmu! Jika juga tak mampu, cukup Sayangi mereka! Jika masih tak mampu, Jangan Musuhi mereka.
Wallahu’alam.
ANTARA BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN TAAT KEPADA SUAMI


Memilih antara menuruti keinginan suami atau tunduk kepada perintah orangtua merupakan dilema yang banyak dialami kaum wanita yang telah menikah. Bagaimana Islam mendudukkan perkara ini?
Seorang wanita apabila telah menikah maka suaminya lebih berhak terhadap dirinya daripada kedua orangtuanya. Sehingga ia lebih wajib menaati suaminya. Allah k berfirman:
“Maka wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada (bepergian) dikarenakan Allah telah memelihara mereka…” (An-Nisa’: 34)
Nabi n bersabda dalam haditsnya:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ
“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menggembirakan (menyenangkan)mu. Bila engkau perintah, ia menaatimu. Dan bila engkau bepergian meninggalkannya, ia menjaga dirinya (untukmu) dan menjaga hartamu1.”
Dalam Shahih Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah z, ia berkata, Rasulullah n bersabda:
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan2.”
Dalam Sunan At-Tirmidzi dari Ummu Salamah x, ia berkata, Rasulullah n bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا رَاضٍ عَنْهَا دَخَلَتِ الْجَنَّةَ
“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.”
At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan3.”
Dari Abu Hurairah z dari Nabi n, beliau bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits ini hasan4.” Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan lafadznya:
لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ، لِمَا جَعَلَ اللهُ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحُقُوْقِ
“…niscaya aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka dikarenakan kewajiban-kewajiban sebagai istri yang Allah bebankan atas mereka.”5
Dalam Al-Musnad dari Anas z bahwasanya Nabi n bersabda:
لاَ يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ، وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا، وَاَّلذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إِلَى مَفْرَقِ رَأْسِهِ قَرْحَةً تَجْرِي بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيْدِ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلحسَتْهُ مَا أَدّّتْ حَقَّهُ
“Tidaklah pantas bagi seorang manusia untuk sujud kepada manusia yang lain. Seandainya pantas/boleh bagi seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya dikarenakan besarnya hak suaminya terhadapnya. Demi Zat yang jiwaku berada di tangannya, seandainya pada telapak kaki sampai belahan rambut suaminya ada luka/borok yang mengucurkan nanah bercampur darah, kemudian si istri menghadap suaminya lalu menjilati luka/borok tersebut niscaya ia belum purna menunaikan hak suaminya.”6
Dalam Al-Musnad dan Sunan Ibni Majah, dari Aisyah x dari Nabi n, beliau bersabda:
لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا، وَلَوْ أَنَّ رَجُلاً أَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ تَنْقُلَ مِنْ جَبَلٍ أَحْمَرَ إِلَى جَبَلٍ أَسْوَدَ، وَمِنْ جَبَلٍ أَسْوَدَ إِلَى جَبَلٍ أَحْمَرَ لَكاَنَ لَهَا أَنْ تَفْعَلَ
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Seandainya seorang suami memerintahkan istrinya untuk pindah dari gunung merah menuju gunung hitam dan dari gunung hitam menuju gunung merah maka si istri harus melakukannya.”7
Demikian pula dalam Al-Musnad, Sunan Ibni Majah, dan Shahih Ibni Hibban dari Abdullah ibnu Abi Aufa z, ia berkata:
لمَاَّ قَدِمَ مُعَاذٌ مِنَ الشَّام ِسَجَدَ لِلنَّبِيِّ n فَقَالَ: مَا هذَا يَا مُعَاذُ؟ قَالَ: أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَجَدْتُهُمْ يَسْجُدُوْنَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَبَطَارِقَتِهِمْ، فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ تَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ .فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ n: لاَ تَفْعَلُوا ذَلِكَ، فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللهِ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، وَلَوْ سَأََلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
Tatkala Mu’adz datang dari bepergiannya ke negeri Syam, ia sujud kepada Nabi n, maka beliau menegur Mu’adz, “Apa yang kau lakukan ini, wahai Mu’adz?”
Mu’adz menjawab, “Aku mendatangi Syam, aku dapati mereka (penduduknya) sujud kepada uskup mereka. Maka aku berkeinginan dalam hatiku untuk melakukannya kepadamu, wahai Rasulullah.”
Rasulullah n bersabda, “Jangan engkau lakukan hal itu, karena sungguh andai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang istri tidaklah menunaikan hak Rabbnya sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya dalam keadaan ia berada di atas pelana (hewan tunggangan) maka ia tidak boleh menolaknya8.”
Dari Thalaq bin Ali, ia berkata, Rasulullah n bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ دَعَا زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ وَلَوْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ
“Suami mana saja yang memanggil istrinya untuk memenuhi hajatnya9 maka si istri harus/wajib mendatanginya (memenuhi panggilannya) walaupun ia sedang memanggang roti di atas tungku api.”
Diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam Shahih-nya dan At-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan10.”
Dalam kitab Shahih (Al-Bukhari) dari Abu Hurairah z, ia berkata, Rasulullah n bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْئَ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا، لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, namun si istri menolak untuk datang, lalu si suami bermalam (tidur) dalam keadaan marah kepada istrinya tersebut, niscaya para malaikat melaknat si istri sampai ia berada di pagi hari.”11
Hadits-hadits dalam masalah ini banyak sekali dari Nabi n.
Zaid bin Tsabit z berkata, “Suami adalah tuan (bagi istrinya) sebagaimana tersebut dalam Kitabullah.” Lalu ia membaca firman Allah k:
ﮉ ﮊ ﮋ ﮌﮍ
“Dan keduanya mendapati sayyid (suami) si wanita di depan pintu.” (Yusuf: 25)
Umar ibnul Khaththab z berkata, “Nikah itu adalah perbudakan. Maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat/memerhatikan kepada siapa ia memperbudakkan anak perempuannya.”
Dalam riwayat At-Tirmidzi dan selainnya dari Nabi n, beliau bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّمَا هُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ
“Berwasiat kebaikanlah kalian kepada para wanita/istri karena mereka itu hanyalah tawanan di sisi kalian.”12
Dengan demikian seorang istri di sisi suaminya diserupakan dengan budak dan tawanan. Ia tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya baik ayahnya yang memerintahkannya untuk keluar, ataukah ibunya, atau selain kedua orangtuanya, menurut kesepakatan para imam.
Apabila seorang suami ingin membawa istrinya pindah ke tempat lain di mana sang suami menunaikan apa yang wajib baginya dan menjaga batasan/hukum-hukum Allah l dalam perkara istrinya, sementara ayah si istri melarang si istri tersebut untuk menuruti/menaati suami pindah ke tempat lain, maka si istri wajib menaati suaminya, bukannya menuruti kedua orangtuanya. Karena kedua orangtuanya telah berbuat zalim. Tidak sepantasnya keduanya melarang si wanita untuk menaati suaminya. Tidak boleh pula bagi si wanita menaati ibunya bila si ibu memerintahnya untuk minta khulu’ kepada suaminya atau membuat suaminya bosan/jemu hingga suaminya menceraikannya. Misalnya dengan menuntut suaminya agar memberi nafkah dan pakaian (melebihi kemampuan suami) dan meminta mahar yang berlebihan13, dengan tujuan agar si suami menceraikannya. Tidak boleh bagi si wanita untuk menaati salah satu dari kedua orangtuanya agar meminta cerai kepada suaminya, bila ternyata suaminya seorang yang bertakwa kepada Allah l dalam urusan istrinya. Dalam kitab Sunan yang empat14 dan Shahih Ibnu Abi Hatim dari Tsauban z, ia berkata, “Rasulullah n bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس َفَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa15 maka haram baginya mencium wanginya surga.”16
Dalam hadits yang lain:
الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Istri-istri yang minta khulu’17 dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik.”18
Adapun bila kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya memerintahkannya dalam perkara yang merupakan ketaatan kepada Allah l, misalnya ia diperintah untuk menjaga shalatnya, jujur dalam berucap, menunaikan amanah dan melarangnya dari membuang-buang harta dan bersikap boros serta yang semisalnya dari perkara yang Allah l dan Rasul-Nya n perintahkan atau yang dilarang oleh Allah l dan Rasul-Nya n untuk dikerjakan, maka wajib baginya untuk menaati keduanya dalam perkara tersebut. Seandainya pun yang menyuruh dia untuk melakukan ketaatan itu bukan kedua orangtuanya maka ia harus taat. Apalagi bila perintah tersebut dari kedua orangtuanya.
Apabila suaminya melarangnya dari mengerjakan apa yang Allah l perintahkan atau sebaliknya menyuruh dia mengerjakan perbuatan yang Allah l larang maka tidak ada kewajiban baginya untuk taat kepada suaminya dalam perkara tersebut. Karena Nabi n bersabda:
إِنَّهُ لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.”19
Bahkan seorang tuan (ataupun raja) andai memerintahkan budaknya (ataupun rakyatnya/orang yang dipimpinnya) dalam perkara maksiat kepada Allah l, tidak boleh bagi budak tersebut menaati tuannya dalam perkara maksiat. Lalu bagaimana mungkin dibolehkan bagi seorang istri menaati suaminya atau salah satu dari kedua orangtuanya dalam perkara maksiat? Karena kebaikan itu seluruhnya dalam menaati Allah l dan Rasul-Nya n, sebaliknya kejelekan itu seluruhnya dalam bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Majmu’atul Fatawa, 16/381-383). Wallahu a’lam bish-shawab.
1 HR. Ahmad (2/168) dan Muslim (no. 3628), namun hanya sampai pada lafadz:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
Selebihnya adalah riwayat Ahmad dalam Musnad-nya (2/251, 432, 438) dan An-Nasa’i. Demikian pula Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah z, ia berkata:
قِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ النِّساَءِ خَيْرٌ؟ قَالَ: الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَلَا فِي مَالِهِ بِمَا يَكْرَهُ
Ditanyakan kepada Rasulullah n: “Wanita (istri) yang bagaimanakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Yang menyenangkan suaminya bila suaminya memandangnya, yang menaati suaminya bila suaminya memerintahnya, dan ia tidak menyelisihi suaminya dalam perkara dirinya dan tidak pula pada harta suaminya dengan apa yang dibenci suaminya.” (Dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil no. 1786)
2 Dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 660.
3 HR. At-Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854, didhaifkan Al-Imam Al-Albani t dalam Dha’if Sunan At-Tirmidzi dan Dhaif Sunan Ibni Majah.
4 HR. At-Tirmidzi no. 1159 dan Ibnu Majah no. 1853, kata Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, “Hasan Shahih.”
5 HR. Abu Dawud no. 2140, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud.
6 HR. Ahmad (3/159), dishahihkan Al-Haitsami (4/9), Al-Mundziri (3/55), dan Abu Nu’aim dalam Ad-Dala’il (137). Lihat catatan kaki Musnad Al-Imam Ahmad (10/513), cet. Darul Hadits, Al-Qahirah.
7 HR. Ahmad (6/76) dan Ibnu Majah no. 1852, didhaifkan Al-Imam Al-Albani t dalam Dha’if Sunan Ibni Majah.
8 HR. Ahmad (4/381) dan Ibnu Majah no. 1853, kata Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Ibni Majah, “Hasan Shahih.” Lihat pula Ash-Shahihah no. 1203.
9 Kinayah dari jima’. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ar-Radha’, bab Ma Ja’a fi Haqqiz Zauj alal Mar’ati)
10 HR. At-Tirmidzi no. 1160 dan Ibnu Hibban no. 1295 (Mawarid), dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 3257 dan Ash-Shahihah no. 1202.
11 HR. Al-Bukhari no. 5193.
12 HR. At-Tirmidzi no. 1163 dan Ibnu Majah no. 1851, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi dan Shahih Sunan Ibni Majah.
13 Misalnya maharnya tidak tunai diberikan oleh sang suami saat akad namun masih hutang, dan dijanjikan di waktu mendatang setelah pernikahan.
14 Yaitu Sunan At-Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.
15 Lafadz: ((مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس)) maksudnya tanpa ada kesempitan yang memaksanya untuk meminta pisah. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ath-Thalaq wal Li’an, bab Ma Ja’a fil Mukhtali’at)
16 HR. At-Tirmidzi no. 1187, Abu Dawud no. 2226, Ibnu Majah no. 2055, dan Ibnu Hibban no. 1320 (Mawarid), dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, dll.
17 Tanpa ada alasan yang menyempitkannya. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ath-Thalaq wal Li’an, bab Ma Ja’a fil Mukhtali’at)
18 HR. Ahmad 2/414 dan Tirmidzi no. 1186, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Tirmidzi, Ash-Shahihah no. 633, dan Al-Misykat no. 3290. Mereka adalah wanita munafik yaitu bermaksiat secara batin, adapun secara zahir menampakkan ketaatan. Ath-Thibi berkata, “Hal ini dalam rangka mubalaghah (berlebih-lebihan/sangat) dalam mencerca perbuatan demikian.” (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ath-Thalaq wal Li’an, bab Ma Ja’a fil Mukhtali’at)
19 HR. Ahmad 1/131, kata Syaikh Ahmad Syakir t dalam ta’liqnya terhadap Musnad Al-Imam Ahmad, “Isnadnya shahih.”
BAHAYANYA DURHAKA KEPADA GURU


BAHAYANYA DURHAKA KEPADA GURU
Abuya Al-Maliki berkata :
أغضب من الطالب الذي لا يحترم أستاذه ولو كان الأستاذ صاحبه
Aku marah terhadap pelajar yg tidak menghormati gurunya, meskipun sang ustadz adalah temannya.
Imam Nawawi berkata :
ينبغى للمتعلم أن يتواضع لمعلمه ويتأدب معه
Seyogyanya bagi seorang murid harus merendahkan diri kepada gurunya dan beradab kepadanya.
وإن كان أصغر منه سنا واقل شهرة ونسبا وصلاحا لتواضعه يدرك العلم
Meskipun sang guru lebih muda, tidak populer dan lebih rendah nasab serta kesholehannya dari sang murid, karena ilmu bisa di peroleh dengan kerendahan diri dari seorang murid.
Beliau juga berkata :
عقوق الوالدين تمحوه التوبة وعقوق الأستاذين لا يمحوه شيء البتة
Dosa durhaka kepada kedua orang tua bisa dihapus dengan taubat sedangkan dosa durhaka kepada guru tidak bisa di hapus oleh sesuatu apapun.
Imam Haddad berkata :
وأضر شيء على المريد تغير قلب الشيخ عليه
Paling berbahayanya bagi seorang murid
(orang yang ingin sampai kepada keridoan Alloh, baik kalangan pelajar atau bukan) adalah berubahnya hati dari seorang guru kepadanya.
ولو اجتمع على إصلاحه بعد ذلك مشايخ المشرق والمغرب لم يستطيعوه إلا أن يرضى عنه شيخه
Jikalau semua guru dari timur dan barat berkumpul untuk memperbaiki keadaan si murid, maka mereka tidak akan mampu kecuali gurunya telah rido kembali kepadanya.
Semoga kita bisa berbakti kepada guru-guru kita dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat serta mendapat berkah dari mereka. Aamiin….

KOPI DAN SHUFI

Qahwa adalah kopi yang biasa diminum oleh orang2 biasanya. Kopi adalah minuman halal, mayoritas ulama tidak meragukan lagi tentang kehalalan nya. Kopi tersebut memiliki berbagai manfaat terhadap jasmani manusia. Mereka orang2 sufi sangat suka untuk meminum kopi lebih2 untuk menguatkan mereka ketika beribadah di tengah malam.
Menurut sejarah biji kopi baru ditemukan pada akhir abad ke 8 H di yaman oleh penemu kopi Mukha, Imam Abul Hasan Aliy Bin Umar Asy-Syadziliy. Kemudian minuman kaum sufi tersebut disebarkan di berbagai tempat oleh Al-habib Abu Bakar Alaydrus.
Banyak dari para ulama yang menyukai minuman ini. Sebagian mereka bahkan memujinya dengan bait – bait syair tak lain disebabkan kesukaan mereka kepada kopi. Assyekh Hamzah bin Abdullah Annasyiriy Alyamani menggubah sekitar 80 bait syair mengenai manfaat kopi. Dan sebagian syair tentang kopi ini dinukil di beberapa perkataan ulama tentang manfaat minuman orang – orang ahli makrifat ini yaitu :
“ Wahai orang-orang yang asyik dalam cinta kepadaNYA, kopi membantuku mengusir kantuk # Dengan pertolongan ALLAH, kopi menggiatkanku taat beribadah kepada NYA
Di kala orang-orang terlelap tidur Qohwah (kopi) huruf Qaf nya adalah Quut (makanan) huruf Ha nya adalah Hudaa (petunjuk) huruf Wawu nya adalah Wud (cinta) dan huruf Ha nya lg adalah Hiyam (pengusir kantuk) # Janganlah kau mencelaku kerena aku meminumnya sebab kopi adalah minuman orang-orang mulia.”
Sebagian orang-orang sholeh juga menjunjung tinggi minuman kopi tersebut. Diantara mereka ada yang membaca Alfatihah sebelum meminumnya, seperti Alqutb Alhabib Abubakar Bin Abdullah Al atthas seorang waliyullah guru dari Alhabib Ali bin Muhammad Alhabsyi sohib maulid. Beliau ketika bangun di akhir malam setelah selesai sholat malam biasa meminum kopi yang dibuatnya sendiri. Beliau menuangkannya di dua gelas kecil kemudian membaca Alfatihah 3 kali:
Pertama dikhususkan kepada Rasulullah SAW dan Sayyidina Alfagih Muqodam beserta anak keturunannya
Kedua dikhususkan kepada penemu kopi tersebut Syekh Ali bin Umar Assyadzili dan Syekh Abu Hasan Assyadzili dan beberapa para wali lainnya
Ketiga diniatkan untuk kebaikan perkara-perkara kaum muslimin dan agar hajat-hajat mereka dengan baik beserta para pemimpin mereka, serta hilang nya fitnah diantara kaum muslimin baik zohir maupun batin.
Diriwayatkan pada suatu malam Alhabib Hasan bin Sholeh Albahar bermimpi Nabi, dalam mimpi tersebut Alhabib hasan meminta kepada nabi :
يا رسول الله حدّثني حديثا بلا واسطة
“Wahai Rasulullah berilah aku hadits tanpa ada perantara (sanad)”
Rasulullah menjawab 3 hal diantaranya:
ما دامت القهوة في فمك إستغفرت لك الملائكة
“ Selama rasa kopi tersebut masih ada dimulutmu, para malaikat senantiasa beristighfar dan memintakan ampun untukmu”
Dan diantara manfaat meminum kopi adalah sebagaimana perkataan ulama yang dinukil oleh Alhabib Umar bin Segaf Assegaff dalam kitab nya:
أقول لمن ضاق بالهمّ صدره *
و أصبح من كثر التشاغل في فكر
عليك بشرب الصالحين فإنّه *
شراب طهور سامي الذكر و القدر
“ Aku katakan kepada orang yang hatinya gundah gulana # dan memiliki banyak pikiran dalam urusan nya
Hendaknya engkau meminum minuman orang-orang sholeh (kopi) sebab # minuman itu adalah minuman manusia suci yang tinggi penyebutan dan kedudukannya. Wallahu a’lam bish-shawabi
alfatihah
SHOLAWAT FATIH LIMAA UGLIQ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
PAHALA SHOLAWAT FATIH TIDAK BISA DISIFATI
قال رضي الله عنه، لواجتمع اهل السموات السبع ومافيهن والارضين السبع ومافيهن على ان يصفواثواب الفاتح لماٱغلق ماقدرو.
” Syeikh Ahmad Tijani رضي الله عنه. Berkata, ” Seandainya ahli penghuni Tujuh lapis Langit dan penghuni tujuh lapis bumi dan seluruh isinya mensifati pahala SHALAWAT FATIH, tentu mereka tidak akan mampu. “
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ★ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ۞ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ ۞ وَالخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ ۞ نَاصِرِ الحَقِّ بِالحَقِّ ۞ وَالهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ المُسْتَقِيمِ ۞ وَعَلَى آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيمِ ۩
Sayyidi Assyekh AlQutb Almaktum Ahmad bin Muhammad Attijany rodliyallah ‘anhu berkata :
Diriwayatkan bahwa manusia adalah sepersepuluh nya jin,jin dan manusia adalah sepersepuluhnya hewan-hewan di daratan…jin,manusia dan semua hewan yang ada di daratan adalah sepersepuluhnya hewan-hewan yang ada dilautan…jin,manusia dan semua hewan di darat dan di laut adalah sepersepuluhnya jumlah malaikat yang diwakilkan dibumi…semua malaikat yg diwakilkan dibumi,jin, manusia,hewan darat dan laut adalah sepersepuluhnya malaikat yang ada di langit bumi(langit pertama)…semua malaikat yang ada di langit pertama adalah sepersepuluhnya malaikat yang ada di langit kedua… Dan begitu seterusnya sampai ke langit ketujuh…
Semua malaikat yang ada dilangit ketujuh digabung dengan semua malaikat yang ada dibumi, dilangit 1-6,jin,manusia,semua hewan darat dan hewan laut hanya segelintir jika dibanding dengan jumlah malaikat yang ada di kursi…kemudian semua malaikat yang ada dikursi sepersepuluhnya malaikat yang ada dalam satu kemah dari kemah-kemah yang ada di ‘arsy yg jumlah kemah tersebut ada 600 ribu kemah…panjang,lebar dan tingginya kemah-kemah tersebut jika dibandingkan dengan 7 lapis langit dan 7 lapis bumi hanyalah seperti ukuran sesuatu yang kecil…semua kemah-kemah tersebut dipenuhi dengan para malaikat, ada yang sujud,ruku’ atau berdiri.mereka semua bertasbih dan memuji Allah swt… Kemudian semua malaikat yang ada di kemah-kemah tersebut dibandingkan dengan para malaikat yang berkeliling disekitar ‘arsy seperti tetesan-tetesan hujan di laut, tidak ada yang mengetahui berapa banyak jumlah mereka kecuali Allah swt…
Dikatakan bahwa disekitar ‘arsy ada 70 ribu sof malaikat yang mengelilinginya,mereka bertahlil dan bertakbir…dibelakang mereka ada 70 ribu malaikat yang berdiri,mereka meletakkan kedua tangan mereka diatas pundak-pundak mereka sambil bertahlil dan bertakbir dengan suara yang keras…dibelakang mereka ada lagi seratus ribu sof malaikat,mereka meletakkan tangan kanan mereka diatas tangan kiri,tidak ada seorangpun dari mereka kecuali bertasbih dengan tasbih yang sama dengan yang lainnya…semua malaikat tersebut adalah sebagian kecil dari malaikat lauh(para malaikat yang ada di lauhul mahfuzh) yg mereka adalah pengikut nya malaikat isrofil ‘alaihissalam…
Dikatakan bahwa jarak diantara 2 tiang dari tiang-tiang ‘arsy seperti terbangnya burung yang sangat cepat selama 80 ribu tahun…dikatakan bahwa ‘Arsy memiliki 366 tiang, ukuran setiap tiang seperti 60 ribu kali besarnya dunia…diantara 2 tiang ada 60 ribu shohro'(gurun/tanah lapang), setiap shohro’ ada 60 ribu alam…
Dan diatas ‘Arsy ada 70 hijab,setiap hijab berjarak 70 ribu tahun,diantara setiap hijab ke hijab yang lain berjarak 70 ribu tahun…dan semua hijab tersebut dipenuhi dengan para malaikat yang mulia…begitu juga diatas 70 hijab dari alam ARROQQO…
Semua malaikat tersebut bersholawat 10x pada orang yang bersholawat pada Nabi saw 1x… Begitulah seterusnya dan selama-lamanya banyak atau sedikitnya… Ini untuk selain SHOLAWAT FATIH…
Adapun sholawat Fatih,maka sesungguhnya barang siapa yang bersholawat 1x dengan sholawat fatih,maka akan ditulis baginya pahala semua sholawat yang muncul dari semua malaikat dialam semesta ini dengan 600 ribu sholawat ditambah lagi 10x sholawat semua malaikat atasnya…ini untuk org-orang beriman secara umum…
Adapun orang yang dikhususkan oleh Allah swt dari ahli mahabbatihi(org2 yg IA cintai)seperti orang yang Allah swt berikan padanya daerah kekuasaan tertentu…maka sesungguhnya semua malaikat berdzikir bersamanya dengan semua lidah-lidahnya apabila ia membaca nya(sholawat fatih) banyak maupun sedikit, dan begitulah seterusnya…
Dan dzikir setiap lisan dari malaikat dilipatgandakan atas dzikir manusia dengan sepuluh kali lipat…
Dikutip dari kitab :
(AL ISYARAT AL ‘ULWIYAH LISAYYIDI AHMAD ATTIJANY RODLIYALLAH ‘ANHU oleh ASSYEKH ASSYARIF ALI HAROZIM ALHASANI ATTIJANY RODLIYALLAHU ‘ANHU)
الله يقبل علينا وعليكم بمحض فضله ورضاه
💎Waallahu A'lam Bisshowaab💎